WAIBAKUL | Flobamoranews – Warisan budaya dari 42 Kampung adat yang berada di empat kabupaten se-Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, sejak awal Maret 2024 mulai didata secara digital. Adapun pendataan warisan budaya secara digital ini dilakukan oleh Sanggar Orang Sumba Asli Indonesia (OSA) bekerja sama dengan sejumlah pihak terkait.
“Pendataan yang dilakukan secara digital ini akan dilaksakan pada 42 kampung adat se-pulau Sumba, dimana proses dokumentasinya akan dilakukan selama 45 hari kedepan”, ungkap Kristiawan SS., M.A., Koordinator Tim Pengumpulan Data dari Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana, Bali.
Menurut Kristiawan kegiatan ini dilakukan karena munculnya kekhawatiran akan kehilangan dari sebagian bahkan keseluruhan data warisan budaya benda akibat sering terjadinya musibah kebakaran pada rumah-rumah adat di Pulau Sumba dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.
“Seperti yang kita ketahui bersama, beberapa tahun terakhir sudah terjadi sedikitnya dua kali terjadi kebakaran pada kampung adat di Sumba. Hal ini terjadi karena bahan atau material bangunan rumah adat di Pulau Sumba mayoritas terbuat dari bahan organik yang mudah terbakar dan menyebar akibat tiupan angin.” papar Kristiawan yang juga merupakan Ketua Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Komisariat Daerah Bali, NTB, NTT, saat ditemui Flobamoranews.com di Kampung Adat Pasunga, Kabupaten Sumba Tengah, Selasa (30/4/2024).
Menurut Iwan, sapaan akrab Kristiawan, ia berharap data yang telah terkumpul dalam bentuk database nantinya dapat dimanfaatkan oleh berbagai kalangan yang membutuhkan untuk kepentingan konservasi, pendidikan, riset dan promosi wisata. Hal ini karena sifat data yang tidak ketinggalan jaman. “Setidaknya dalam dua dekade ke depan data ini masih dapat dimanfaatkan mendukung spesifikasi program teknologi informasi yang terus berkembang.” terang Iwan.
Baca Juga: Warisan Budaya 42 Kampung Adat di Sumba Mulai Digitalisasikan
Iwan juga menambahkan bahwa kegiatan konservasi atau pelestarian warisan budaya tidak hanya dapat dilakukan secara fisik atau berbuat langsung terhadap obyeknya, namun langkah yang mendasar dan menurutnya penting sebagai dasar meletakkan kebijakan studi-studi teknis lainnya adalah merekamnya, mendokumentasikannya, mengamankan sekaligus mengarsipkannya dalam ruang digital yang easy access, open source, reliable untuk kebutuhan masa depan.
Dia mencontohkan bahwa kegagalan besar seorang ahli pemugaran ketika berusaha merekonstruksi situs warisan budayanya adalah ketika mereka tidak menemukan petunjuk lengkap terkait fakta otentik obyek secara menyeluruh.
“Untuk itu mulailah mencatat potensi warisan budaya disekitar kita, mendokumentasikannya dalam berbagai format data terkini, membuat struktur database yang benar dan mengarsipkannya secara berkelanjutan,” pungkasnya.
Untuk diketahui bahwa program ini merupakan Pemanfaatan Hasil Kelola Dana Abadi Kebudayaan, Program Layanan Fasilitasi Bidang Kebudayaan bagi Komunitas dan Pelaku Budaya Kategori Dukungan Institusional tahun 2023 untuk pelaksanaan tahun 2024.
Sebagai penerima manfaat Dana Abadi Kebudayaan, Sanggar Orang Sumba Asli Indonesia (OSA) menggandeng Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Komisariat Daerah Bali-NTB-NTT, Program Studi Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana dan APE Motion, yang merupakan praktisi multimedia profesional Denpasar Bali. (Iwn/Gen)