Oleh: M. Romahurmuziy*
Sejak sebelum Pemilu, saya mendengar ada operasi pemenangan PSI yang dilakukan oleh aparat. Dengan menarget kepada penyelenggara pemilu daerah agar PSI memperoleh 50.000 suara di tiap kabupaten/kota di Jawa, dan 20.000 suara di tiap kabupaten/kota di luar Jawa. Ini dilakukan dengan menggunakan dan membiayai jejaring ormas kepemudaan tertentu yang pernah dipimpin salah seorang Menteri, untuk mobilisasi suara PSI coblos gambar. Setidaknya itu yang saya dengar dari salah satu aktivisnya yang diberikan pembiayaan langsung oleh aparat sebelum Pemilu.
Namun hal ini sepertinya tidak berjalan dengan mulus sehingga perolehan berdasarkan Quick Count (QC) jauh di bawah harapan lolos PT. Akurasi QC menurut pimpinan lembaga-lembaga survei senior adalah plus-minus 1%, sehingga untuk lolos PT 4% dibutuhkan setidaknya angka QC > 3%. Artinya, kalau sebuah partai mendapat QC 3%, dlm riil count dia dapat dibenarkan jika mendapat 4%, atau bisa juga sebaliknya bisa dibenarkan jika hanya mendapat 2%. Sedangkan angka di seluruh lembaga survei, QC PSI tertinggi kurang dari 2,95%.
Belakangan setelah coblosan, kami mendapat informasi ada upaya pelolosan PSI, dengan 2 modus: pertama, memindahkan suara partai yang jauh lebih kecil yang jauh dari lolos PT kepada coblos gambar partai tersebut dan/atau; kedua memindahkan suara tidak sah menjadi coblos gambar partai tersebut.
Setelah melihat SiRekap beberapa hari terakhir, mulai muncul keanehan-keanehan yang disinyalir oleh beberapa surveyor seperti Prof. Burhan Muhtadi dan Yunarto Wijaya. Begitupun beberapa penggiat pengawalan pemilu sebagaimana mereka unggah di status twitternya.
Begitu tajamnya kenaikan PSI dari beberapa TPS, sebagaimana dimuat di grafik akun X Prof. Burhan Muhtadi dimana terjadi kenaikan tajam yang menyimpang dari trend line. Bahkan ada yang input SiRekap-nya dari 110 TPS menyumbangkan sekitar 19.000 suara, yg berarti 173 suara per TPS. Sampai-sampai hal ini trending di twitter land sebagai “Partai Salah Input”. Kalau partisipasi pemilih diasumsikan sama dengan 2019, maka suara sah tiap TPS = 81,69% x 300 suara = 245 suara per TPS. Itu berarti persentase suara PSI = 173/245 = 71%, dan seluruh partai lain hanya 29%. Sebuah angka yang sangat tidak masuk akal mengingat PSI sebagai partai baru yang tanpa infrastruktur mengakar dan kebanyakan caleg RI-nya saya monitor minim sosialisasi ke pemilih.
Penggelembungan suara PSI ini banyak terungkap, bukan di tingkat TPS, tapi diduga mulai di pleno tingkat kecamatan. Tangkapan layar form C1 di berbagai media sosial membandingkan antara SiRekap vs form C1 diantaranya:
- Misal akun X @kopididid melaporkan penggelembungan 6.900%. Provinsi Jateng, Kabupaten Purworejo, Kecamatan Gebang, Desa Kroyo. Rekap desa PSI 0 suara. Tp di SiRekap terekam 69 suara.
• Akun X @kochenglatte bahkan, baru merekap 66 TPS semua angka PSI digelembungkan. Misal: (1) di Provinsi Jabar, Kabupaten Indramayu, Kecamatan Anjatan, Desa Kedungwungu, TPS 016 suara PSI digelembungkan 1.600% dr 2 suara menjadi 32; (2) Provinsi Sumsel, kota Lubuk Linggau, kec. Lubuk Linggau II, Desa Karya Bakti, TPS 007, suara PSI digelembungkan 4.100% dari 1 suara menjadi 41 suara. Bahkan ada yang digelembungkan 5.100% seperti di Sumsel, Kota Pagar Alam, Kecamatan Pagar Alam Satan, Desa Gunung Dempo, TPS 004, dari 4 suara menjadi 204 suara.
• Akun X @overgassedmk12 melaporkan di Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Kulonprogo, Kecamatan Temon, Desa Jangkaran, TPS 004, pengelembungan suara PSI sebesar 2.800% dari 1 menjadi 28 suara.
• Laporan kader PPP, di Kabupaten Bandung, Kecamatan Banjaran, Desa Banjaran Wetan, TPS 024. Suara PSI digelembungkan 2.100% dari 1 suara menjadi 21 suara.
Dan masih banyak lagi laporan-laporan serupa kepada Pusat Tabulasi Nasional DPP PPP yang menurut laporan verifikasi sementara DPW-DPW PPP dikategorikan sesuai dengan data lapangan. Penggelembungan suara PSI ini diduga terjadi begitu Terstruktur, Sistematis, dan Massif (TSM).
Setiap penggeseran suara tidak sah menjadi suara PSI, jelas merugikan perolehan seluruh partai politik peserta pemilu. PPP siap membawa hal ini sebagai materi hak angket. PPP akan mendesakkan pemanggilan seluruh aparat negara yg terlibat, mulai dari KPPS, PPS, PPK, KPUD dan KPU serta Bawaslu dan seluruh perangkatnya. Juga tidak tertutup kemungkinan aparat-aparat negara lainnya kita panggil. Soal laporan kecurangan kepada Bawaslu, itu diproses sesuai mekanisme yg berlaku. Tapi secara politik, DPR akan melakukan percepatan dan terobosan melalui hak angket agar tindakan-tindakan kecurangan Pemilu semacam ini dihentikan!
PPP juga menyerukan secara terbuka kepada para penyelenggara pemilu khususnya KPU di semua tingkatan, untuk segera menghentikan operasi senyap ini dan dalam 1×24 jam mengembalikan input perolehan suara PSI ke angka sebenarnya. Perlu diingat setiap tindakan memanipulasi hasil Pemilu mengandung delik pidana Pemilu. Dan melindungi setiap 1 suara rakyat, adalah sama dengan mengawal kelurusan demokrasi di Indonesia!
Boston, AS, 3 Maret 2024, 04.40 EST (Eastern Standard Time)
***
*Ketua Majelis Pertimbangan PPP